Apakah membaca ayat Al Quran tertentu diniatkan untuk khasiat tertentu termasuk perbuatan syirik, bid’ah dan melecehkan kemulyaan Al Quran?
Kajian NGOPI (Ngobrol Perkara Islam)
Jamaah dan DKM Masjid Jami Ad Da’wah Balandongan
————————————–
Pertanyaan ke-37
Jamaah Bertanya:
Assalamulaikum wr wb,
Pak ustadz apakah membaca ayat Al Quran tertentu diniatkan untuk khasiat tertentu termasuk perbuatan syirik, bid’ah dan melecehkan kemulyaan Al Quran?
DKM Menjawab:
Wa’alaikumusalam wr wb,
Bismillahirrahmanirrahim…
Semoga kita semua senantiasa diberikan hidayah oleh Allah SWT untuk bisa istiqamah membaca Al Quran, memahami Al Quran dan mengamalkan dengan segala kerendahan hati kepada Allah SWT.
Untuk menjawab pertanyaan ini ada baiknya DKM sampaikan beberapa peristiwa yang secara tidak langsung berkaitan dengan pertanyaan di atas yang terjadi di jaman Rasulullah SAW, para sahabat RA dan qaul para ulama. Diharapkan dengan membaca literatur ini pertanyaan diatas akan terjawab dengan sendirinya.
Sehingga kita tidak lagi mudah men-takhshîsh bighairi mukhasshish (mengkhususkan suatu dalil tanpa adanya dalil yang menyatakan kekhususan), atau mengkhususkan apa yang sebenarnya tidak khusus, semisal mengklaim Al Quran hanya untuk dibaca dan ditadabburi bukan untuk khasiat tertentu. Jika kita membaca Al Quran untuk khasiat tertentu dituduh musyrik, bid’ah atau melecehkan Al Quran. Justru sikap demikian sejatinya sedang “mengurang-ngurangi” syariat yang juga termasuk dalam kategori bid’ah.
1. Riwayat yang menyatakan Al Quran bisa digunakan untuk khasiat tertentu adalah hadits dari Abi Said yang diriwayatkan Imam Bukhari, yang menyatakan surat Al Fatihah bisa berkhasiat untuk menyembuhkan sakit. Ini dilakukan oleh para sahabat yang berinisiatif sendiri membaca Al Fatihah untuk memyembuhkan seorang kepala suku dan tidak dilarang oleh Rasulullah SAW, justru Rasulullah SAW membenarkan apa yang dilakukan oleh para sahabat tersebut:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: انْطَلَقَ نَفَرٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفْرَةٍ سَافَرُوهَا، حَتَّى نَزَلُوا عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ العَرَبِ، فَاسْتَضَافُوهُمْ فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمْ، فَلُدِغَ سَيِّدُ ذَلِكَ الحَيِّ، فَسَعَوْا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لاَ يَنْفَعُهُ شَيْءٌ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَوْ أَتَيْتُمْ هَؤُلاَءِ الرَّهْطَ الَّذِينَ نَزَلُوا، لَعَلَّهُ أَنْ يَكُونَ عِنْدَ بَعْضِهِمْ شَيْءٌ، فَأَتَوْهُمْ، فَقَالُوا: يَا أَيُّهَا الرَّهْطُ إِنَّ سَيِّدَنَا لُدِغَ، وَسَعَيْنَا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لاَ يَنْفَعُهُ، فَهَلْ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْكُمْ مِنْ شَيْءٍ؟ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: نَعَمْ، وَاللَّهِ إِنِّي لَأَرْقِي، وَلَكِنْ وَاللَّهِ لَقَدِ اسْتَضَفْنَاكُمْ فَلَمْ تُضَيِّفُونَا، فَمَا أَنَا بِرَاقٍ لَكُمْ حَتَّى تَجْعَلُوا لَنَا جُعْلًا، فَصَالَحُوهُمْ عَلَى قَطِيعٍ مِنَ الغَنَمِ، فَانْطَلَقَ يَتْفِلُ عَلَيْهِ، وَيَقْرَأُ: الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ فَكَأَنَّمَا نُشِطَ مِنْ عِقَالٍ، فَانْطَلَقَ يَمْشِي وَمَا بِهِ قَلَبَةٌ، قَالَ: فَأَوْفَوْهُمْ جُعْلَهُمُ الَّذِي صَالَحُوهُمْ عَلَيْهِ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: اقْسِمُوا، فَقَالَ الَّذِي رَقَى: لاَ تَفْعَلُوا حَتَّى نَأْتِيَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَذْكُرَ لَهُ الَّذِي كَانَ، فَنَنْظُرَ مَا يَأْمُرُنَا، فَقَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرُوا لَهُ، فَقَالَ: «وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ»، ثُمَّ قَالَ: «قَدْ أَصَبْتُمْ، اقْسِمُوا، وَاضْرِبُوا لِي مَعَكُمْ سَهْمًا» فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya : “Dari Abu Sa’id radliallahu ‘anhu berkata; Ada rombongan beberapa sahabat Nabi ﷺ bepergian dalam suatu perjalanan hingga sampai di salah satu perkampungan Arab. Mereka meminta agar diterima sebagai tamu penduduk tersebut namun ditolak. Kemudian kepala suku kampung tersebut terkena sengatan binatang lalu diusahakan segala sesuatu untuk menyembuhkannya namun belum berhasil. Lalu diantara mereka ada yang berkata: “Coba kalian temui rombongan itu semoga ada di antara mereka yang memiliki sesuatu. Lalu mereka mendatangi rombongan dan berkata: “Wahai rombongan, sesunguhnya kepala suku kami telah digigit binatang dan kami telah mengusahakan pengobatannya namun belum berhasil, apakah ada diantara kalian yang dapat menyembuhkannya?” Maka berkata, seorang dari rombongan: “Ya, demi Allah aku akan mengobati namun demi Allah kemarin kami meminta untuk menjadi tamu kalian namun kalian tidak berkenan maka aku tidak akan menjadi orang yang mengobati kecuali bila kalian memberi upah. Akhirnya mereka sepakat dengan imbalan puluhan ekor kambing. Maka dia berangkat dan membaca surat Alhamdulillah rabbil ‘alamiin (nama lain dari surat al-Fatihah) seakan penyakit (kepala suku) seketika lepas dari ikatan tali padahal dia pergi tidak membawa obat apa pun. Dia berkata: “Maka mereka membayar upah yang telah mereka sepakati kepadanya. Seorang dari mereka berkata: “Bagilah kambing-kambing itu!” Maka orang yang mengobati berkata: “Jangan kalian bagikan hingga kita temui Nabi ﷺ lalu kita ceritakan kejadian tersebut kepada Beliau ﷺ dan kita tunggu apa yang akan Beliau perintahkan kepada kita”. Akhirnya rombongan menghadap Rasulullah ﷺ lalu mereka menceritakan peristiwa tersebut. Beliau berkata: “Kamu tahu dari mana kalau al fatihah itu bisa sebagai ruqyah?” Kemudian Beliau melanjutkan: “Kalian telah melakukan perbuatan yang benar, maka bagilah upah kambing-kambing tersebut dan masukkanlah aku dalam sebagai orang yang menerima upah tersebut”, lalu Rasulullah ﷺ tertawa.” (HR. Bukhari)
Riwayat ini diperjelas Imam Daraquthni sebagaimana dinukil oleh Imam Ibnu Hajar dalam Fathul Bari:
وللدَّارَقُطْنِيِّ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ شَيْءٌ أُلْقِيَ فِي رُوعِي وَهُوَ ظَاهِرٌ فِي أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ عِنْدَهُ عِلْمٌ مُتَقَدِّمٌ بِمَشْرُوعِيَّةِ الرُّقَى بِالْفَاتِحَةِ
Artinya : “Daraquthni dari sisi ini mempunyai riwayat ‘Maka aku berkata: Wahai Rasulullah ﷺ, itu adalah sesuatu yang disampaikan ke dalam hatiku’. Itu penjelas bahwa sahabat itu tidak punya pengetahuan sebelumnya tentang disyariatkannya ruqyah dengan Fatihah.” (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bâri, juz IV, halaman 457)
2. Riwayat ketika Rasulullah SAW akan berangkat hijrah ke Madinah, kediamannya sudah dikepung oleh” tim jawara pilihan” kafir Quraiys yang dibentuk di Darul Nadwah mewakili kabilah-kabilah yang ada di Mekkah saat itu yang bertugas membunuh Rasulullah SAW. Dalam kitab tafsir ibnu Katsir dan dalam Sirah Nabawiyah Ar Rakhiq Al Makhtum Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfury menyebutkan Rasulullah SAW mengambil pasir yang ditaburkan ke arah para jawara kafir Quraiys sambil membaca surat yasin ayat 9 :
وَجَعَلۡنَا مِنۡۢ بَيۡنِ اَيۡدِيۡهِمۡ سَدًّا وَّمِنۡ خَلۡفِهِمۡ سَدًّا فَاَغۡشَيۡنٰهُمۡ فَهُمۡ لَا يُبۡصِرُوۡنَ
Artinya : “Dan Kami jadikan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka juga dinding, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.” (QS. Yasin: 9)
Qadarallah, seluruh jawara pilihan yang berencana membunuh Rasulullah SAW justru tertidur hingga Rasulullah SAW diselamatkan Allah bisa pergi ke Gua Tsur dan melanjutkan hijrah bersama Abu Bakar Ash Shiddiq RA ke Madinah dengan selamat.
3. Riwayat asbab nuzul surat Al Falaq dan An Naas disebutkan dalam kitab tafsir Al Jalalain halaman 615 bahwa surat Al Falaq dan An Naas mengandung khasiat untuk menyembuhkan sihir yang dilakukan Labid bin Al-A’sham Al-Yahudi yang menyihir Rasulullah ﷺ. Dengan membaca 11 ayat dari Muawidzatain ini maka 11 buhul ikatan sihir Labid bin Al-A’sham Al-Yahudi bisa lepas.
4. Riwayat dalam kitab ‘Ushfuriyah halaman 33 terbitan Darul kutub al Islamiyah disebutkan tentang khasiat membaca surat Al Ikhlash hingga malaikat Jibril AS datang:
وﺣﻜﻲ: أن اﻟﻨﱯ ﻋﻠﻴﻪ الصلاة اﻟﺴﻼم ﻛﺎن ﺟﺎﻟﺴﺎ ﻋﻠﻰ ﺑﺎب اﳌﺪﻳﻨﺔ، إذ ﻣﺮت ﺟﻨﺎزة رﺟﻞ ﻓﻘﺎل اﻟﻨﱯ ﻋﻠﻴﻪ الصلاة اﻟﺴﻼم: { ﻫﻞ ﻋﻠﻴﻪ دﻳﻦ؟} ﻓﻘﻠﻮا: ﻋﻠﻴﻪ دﻳﻦ أرﺑﻌﺔ دراﻫﻢ.
Artinya : “Diceritakan sesungguhnya Rasulullah ﷺ sedang duduk di pintu kota Madinah. Tiba-tiba ada jenazah mayit laki-laki lewat yang digotong oleh orang-orang. Rasulullah ﷺ bertanya:
“Apakah mayit itu masih memiliki kewajiban hutang?” Orang-orang menjawab, “Ia masih memiliki kewajiban membayar hutang 4 (empat) dirham.”
ﻓﻘﺎل اﻟﻨﱯ ﻋﻠﻴﻪ الصلاة اﻟﺴﻼم: {{ ﺻﻠﻮا ﻋﻠﻴﻪ، ﻓﺈﱏ ﻻ أﺻﻠﻰ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻛﺎن ﻋﻠﻴﻪ دﻳﻦ أرﺑﻌﺔ دراﻫﻢ ﻓﻤﺎت وﱂ ﻳﺆدﻫﺎ}}.
ﻓﻨﺰل ﺟﱪﻳﻞ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺴﻼم وﻗﺎل: ﻳﺎ ﳏﻤﺪ، إنﷲ ﻋﺰ وﺟﻞ ﻳﻘﺮﺋﻚ اﻟﺴﻼم وﻳﻘﻮل: ﺑﻌﺜﺖ ﺟﱪاﺋﻴﻞ ﺑﺼﻮرة آدﻣﻲ وأدى دﻳﻨﻪ. ﻓﻘﺎل: ﻗﻢ ﻓﺼﻞ ﻓﺈﻧﻪ ﻣﻐﻔﻮر، وﻳﻘﻮل: ﻣﻦ ﺻﻠﻰ ﻋﻠﻰ ﺟﻨﺎزﺗﻪ ﻏﻔﺮ ﷲ ﻟﻪ.
Artinya: “Sholatilah sendiri mayit itu! Karena aku tidak mau mensholati orang yang ketika masih hidup memiliki kewajiban membayar hutang 4 (empat) dirham. Kemudian ia mati dan belum membayarnya.” kata Rasulullah ﷺ.
Kemudian Malaikat Jibril turun menemui Rasulullah dan berkata, “Hai Muhammad! Allah menitipkan salam untukmu. Dia berkata, ‘Aku mengutus Jibril dengan menjelma seorang manusia dan membayarkan hutang mayit itu.’ Dia juga berkata ‘Berdirilah dan sholatilah mayit itu karena ia telah diampuni. Barang siapa mensholati jenazah mayit itu maka Allah akan mengampuninya. ‘”
وﻗﺎل اﻟﻨﱯ ﻋﻠﻴﻪ الصلاة اﻟﺴﻼم: ﻳﺎ أﺧﻰ ﻳﺎ ﺟﱪاﺋﻴﻞ، ﻣﻦ أﻳﻦ ﻟﻪ ﻫﺬﻩ اﻟﻜﺮاﻣﺔ؟ ﻓﻘﺎل: ﻟﻘﺮاءﺗﻪ ﻛﻞ ﻳﻮم ﻣﺎﺋﺔ مرة ﺳﻮرة {{ ﻗﻞ ﻫﻮ ﷲ احد}}، ﻹن ﻓﻴﻬﺎ ﺑﻴﺎن ﺻﻔﺎتﷲ ﺗﻌﺎﱃ واﻟﺜﻨﺎء ﻋﻠﻴﻪ. ﻗﺎل: ﻣﻦ ﻗﺮأﻫﺎ ﰱﲨﻴﻊ ﻋﻤﺮﻩ ﻣﺮة واﺣﺪة ﻻ ﳜﺮج ﻣﻦ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﺣﱴ ﻳﺮى ﻣﻜﺎﻧﻪ ﰱ اﳉﻨﺔ، ﺧﺼﻮﺻﺎ ﻣﻦ ﻗﺮأﻫﺎ ﰱ اﻟﺼﻠﻮات اﳋﻤﺲ ﰱ ﻛﻞ ﻳﻮم ﻛﺬا ﻣﺮات ﺗﺸﻔﻊ ﻟﻪ ﻳﻮم اﻟﻘﻴﺎﻣﺔ وﳉﻤﻴﻊ أﻗﺮﺑﺎﺋﻪ ﳑﻦ ﻗﺪ اﺳﺘﻮﺟﺒﺖ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﻨﺎر.
Artinya: “Rasulullah ﷺ bertanya, “Hai saudaraku, Jibril! Darimana mayit itu mendapatkan kemuliaan ini?”
Jibril menjawab, “Karena ia setiap hari membaca Surat al-Ikhlas 100 kali karena Surat itu mengandung sifat-sifat Allah dan pujaan-pujaan untuk-Nya. Allah berkata, ‘Barang siapa membaca Surat al-Ikhlas satu kali seumur hidup maka ia tidak akan keluar dari dunia kecuali ia akan melihat tempatnya di surga, terutama, barang siapa membacanya di sholat-sholat lima waktu setiap hari sedemikian kali maka kamu akan mensyafaatinya besok di Hari Kiamat dan mensyafaati seluruh kerabatnya, yaitu orang-orang yang telah ditetapkan masuk neraka terlebih dahulu.”
Kami kira empat riwayat itu cukup mewakili bahwa surat dan ayat Al Quran tertentu mempunyai khasiat tertentu, namun khasiat ini hanya bisa diketahui oleh orang-orang yang dipilih Allah melalui ilham. Bahkan bukan hanya ayat Al Quran yang mempunyai khasiat tertentu termasuk Asmaul Husna sebagaimana disebutkan dalam kitab Khawwâsh Asmâ` ul-Husnâ Littadâwi wa Qadhâ il-Hâjât:
فَذِكْرُهَا نَافِعٌ لِلدُّنْيَا وَالدِّيْنِ وَالآخِرَةِ، وَذِكْرُهَا يُسَمَّى مَجْمَعَ الْخَيْرَاتِ وَمَفَاتِحَ الْبَرَكَاتِ وَمَجَلَّى التَّجَلِّيَاتِ، مَاوَاظَبَ عَلَيْهَا مَكْرُوْبٌ إِلَّا فَرَّجَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ كُرْبَةً، وَلَا مَدْيُوْنٌ إِلَّا قَضَى اللهُ تَعَالَى دِيْنَهُ، وَلَا مَغْلُوْبٌ إِلَّا نَصَرَهُ اللهُ تَعَالَى، وَلَامَظْلُوْمٌ إِلَّا رَدَّ اللهُ تَعَالَى مَظْلَمَتَهُ، وَلَا ضَالٌّ إِلَّا هَدَاهُ اللهُ، وَلَامَرِيْضٌ إِلَّا شَفَاهُ اللهُ تَعَالَى، وَلَا مُظْلِمُ الْقَلْبِ إِلَّاَ نَوَّرَ اللهُ تَعَالَى بِهَا قَلْبَهُ
Artinya : “Dzikir Asma’ul Husna bermanfaat bagi (urusan) dunia, agama, dan akhirat, dan zikirnya dinamakan kumpulan kebaikan-kebaikan, kunci-kunci keberkahan, dan singkapan kejelasan. Tidaklah kesulitan yang ditekuni dengan Asma’ul Husna melainkan Allah lapangkan kesulitannya, tidaklah hutang melainkan Allah tunaikan hutangnya, tidaklah kekalahan melainkan Allah akan menolongnya, tidaklah orang yang dizalimi melainkan Allah kembalikan kezalimannya, tidaklah orang yang sesat melainkan Allah beri petunjuk, tidaklah orang yag sakit melainkan Allah sembuhkan penyakitnya, tidaklah kegelapan hati melainkan Allah terangi hatinya dengan Asma’ul Husna. (Muhammad bin Alwi al-Aidarus, Khawwâsh Asmâ` ul-Husnâ Littadâwi wa Qadhâ il-Hâjât, Dar el-Kutub, Shan’a, Cet. Ke-3 2011, Hal. 17)
Namun demikian, ketika kita membaca ayat suci Al Quran dan Asmaul Husna harus mempunyai niat yang baik dan mulia. Lebih baik lagi niatnya semata ibadah karena Allah, sementara khasiatnya dipasrahkan kepada Allah karena Allah Maha Tahu apa yang kita inginkan.
Setidaknya ketika kita dzikir ayat suci Al Quran tertentu karena rasa cinta kita pada ayat tersebut maka tak mengapa dan semoga itu menjadikan jalan kita masuk ke surganya Allah SWT. Sebagaimana riwayat seorang Imam di Masjid Quba di zaman Rasulullah SAW yang sangat mencintai surat Al Ikhlash sehingga setiap rakaat shalat selalu mengawali dengan membaca surat Al Ikhlash. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Imam al-Bukhari dari Anas bin Malik RA:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، كَانَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَؤُمُّهُمْ فِي مَسْجِدِ قُبَاءٍ ، وَكَانَ كُلَّمَا افْتَتَحَ سُورَةً يَقْرَأُ بِهَا لَهُمْ فِي الصَّلاَةِ مِمَّا يَقْرَأُ بِهِ افْتَتَحَ : بِقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهَا ، ثُمَّ يَقْرَأُ سُورَةً أُخْرَى مَعَهَا ، وَكَانَ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ ، فَكَلَّمَهُ أَصْحَابُهُ ، فَقَالُوا : إِنَّكَ تَفْتَتِحُ بِهَذِهِ السُّورَةِ ، ثُمَّ لاَ تَرَى أَنَّهَا تُجْزِئُكَ حَتَّى تَقْرَأَ بِأُخْرَى ، فَإِمَّا تَقْرَأُ بِهَا وَإِمَّا أَنْ تَدَعَهَا ، وَتَقْرَأَ بِأُخْرَى فَقَالَ : مَا أَنَا بِتَارِكِهَا ، إِنْ أَحْبَبْتُمْ أَنْ أَؤُمَّكُمْ بِذَلِكَ فَعَلْتُ ، وَإِنْ كَرِهْتُمْ تَرَكْتُكُمْ ، وَكَانُوا يَرَوْنَ أَنَّهُ مِنْ أَفْضَلِهِمْ ، وَكَرِهُوا أَنْ يَؤُمَّهُمْ غَيْرُهُ ، فَلَمَّا أَتَاهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرُوهُ الخَبَرَ ، فَقَالَ : يَا فُلاَنُ ، مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تَفْعَلَ مَا يَأْمُرُكَ بِهِ أَصْحَابُكَ ، وَمَا يَحْمِلُكَ عَلَى لُزُومِ هَذِهِ السُّورَةِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَقَالَ : إِنِّي أُحِبُّهَا ، فَقَالَ : حُبُّكَ إِيَّاهَا أَدْخَلَكَ الجَنَّةَ
Artinya: “Pernah Seorang sahabat Anshar menjadi imam di Masjid Quba. Setiap kali hendak membaca surat ia mengawalinya dengan membaca surat “qul huwallaahu Ahad” hingga selesai, kemudian baru ia membaca surat yang lain. la melakukan hal ini pada setiap rakaat. Sahabat-sahabatnya berkata kepadanya: “Sesungguhnya Engkau selalu mengawali dengan surat al-lkhlash, dan Engkau tidak merasa cukup dengannya tanpa membaca surat yang lain setelahnya. Sekarang silakan pilih, engkau membaca surat al-lkhlash saja, atau engkau meninggalkannya dan membaca surat yang lain saja”. Ia menjawab: “Aku tidak akan meninggalkan surat itu. Jika kalian suka aku mengimami kalian seperti itu, maka aku akan melakukannya. Jika kalian tidak suka, aku akan meninggalkan kalian.”
Sedang mereka menganggap ia adalah orang yang terbaik di antara mereka, dan mereka tidak suka orang lain yang mengimami mereka sholat.
Ketika Nabi ﷺ datang mengunjungi mereka, mereka menceritakannya kepada beliau. Lalu beliau bersabda, “Wahai fulan! Mengapa kamu menolak apa yang diperintahkan teman-temanmu kepadamu? Apa yang membuatmu selalu membaca surat itu setiap rakaat?” la menjawab: “Saya menyukai surat itu”. Maka Rasulullah bersabda: حُبُّكَ إِيَّاهَا أَدْخَلَكَ الْجَنَّةَ “Kecintaanmu pada surat itu akan memasukkanmu ke dalam surga.”
Wallahu’Alam
(Ust. Yudha H. Bhaskara, SHI/ Ketua DKM Masjid Jami Ad Da’wah Balandongan Sukabumi dari berbagai sumber)