SEKILAS INFO
  • 3 tahun yang lalu / Masjid Independen bukan milik ormas, partai atau instansi tertentu tapi menjalin silaturahmi tanpa batas dengan siapapun
WAKTU :

Apakah talak yang diucapkan saat emosi sah

Terbit 27 November 2023 | Oleh : admin | Kategori :
Apakah talak yang diucapkan saat emosi sah

Kajian NGOPI (Ngobrol Perkara Islam)
Jamaah dan DKM Masjid Jami Ad Da’wah Balandongan
————————————–
Pertanyaan ke-50
Jamaah Bertanya:
Assalamulaikum wr wb,

Apakah talak yang diucapkan saat emosi sah?

DKM Menjawab:

Wa’alaikumusalam wr wb,

Bismillahirrahmanirrahim…

Untuk jawaban permasalahan tadi, ada baiknya kita menggunakan qaidah ushul fiqh:

دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ

(Upaya menolak kerusakan harus didahulukan daripada upaya mengambil kemaslahatan).

Menjaga keutuhan rumah tangga adalah sesuatu yang sangat dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya SAW, karena rumah tangga merupakan madrasatul ula bagi anak-anak yang hidup didalamnya, sementara jika terjadi perceraian, maka anaklah yang akan menjadi korban. Betapa banyak anak-anak yang mengalami permasalahan dalam kehidupan diawali dengan perceraian kedua orang tuanya.

Talak memang diperbolehkan dalam Islam, namun sangat dibenci oleh Allah SWT. Untuk itu ada baiknya para suami dan istri senantiasa berhati-hati dalam bertutur kata dan menghindari ucapan-ucapan yang menjurus pada perceraian. Namun demikian sebaik apapun rumah tangga, tentu akan mengalami ujian. Adakalanya ujiannya mengarah pada perceraian yang diawali dengan ucapan-ucapan negatif yang bermuara dari emosi yang berlebihan.

Memang ada beberapa pendapat ulama yang membahas terkait sah tidaknya ucapan talak pada saat kondisi sedang emosi. Diantaranya menurut Ibnu Abidin, dalam kitab Hasyiyatu Durr al-Mukhtar, cetakan Bairut-Dar al-Fikr, tahun 1421 H/2000 M, juz, 10, halaman 488 :

قُلْتُ : وَلِلْحَافِظِ ابْنِ الْقَيِّمِ الْحَنْبَلِيِّ رِسَالَةٌ فِي طَلَاقِ الْغَضْبَانِ قَالَ فِيهَا : إنَّهُ عَلَى ثَلَاثَةِ أَقْسَامٍ : أَحَدُهَا أَنْ يَحْصُلَ لَهُ مَبَادِئُ الْغَضَبِ بِحَيْثُ لَا يَتَغَيَّرُ عَقْلُهُ وَيَعْلَمُ مَا يَقُولُ وَيَقْصِدُهُ ، وَهَذَا لَا إشْكَالَ فِيهِ .وَالثَّانِي أَنْ يَبْلُغَ النِّهَايَةَ فَلَا يَعْلَمُ مَا يَقُولُ وَلَا يُرِيدُهُ ، فَهَذَا لَا رَيْبَ أَنَّهُ لَا يَنْفُذُ شَيْءٌ مِنْ أَقْوَالِهِ .الثَّالِثُ مَنْ تَوَسَّطَ بَيْنَ الْمَرْتَبَتَيْنِ بِحَيْثُ لَمْ يَصِرْ كَالْمَجْنُونِ فَهَذَا مَحَلُّ النَّظَرِ ، وَالْأَدِلَّةُ عَلَى عَدَمِ نُفُوذِ أَقْوَالِهِ

Artinya: “Saya berkata, bahwa al-hafizh Ibn al-Qayyim al-Hanbali memiliki risalah mengenai talak dalam kondisi marah. Dalam risalah tersebut ia mengatakan bahwa kemarahan itu ada tiga macam. Pertama , adanya dasar-dasar kemarahan bagi seseorang namun nalarnya tidak mengalami kegoncangan sehingga ia masih mengerti apa yang dikatakan dan dimaksudkan. Dan dalam konteks ini tidak ada persoalan sama sekali (talaknya sah). Kedua , ia sampai pada puncak (kemarahannya) sampai tidak menyadari apa yang dikatakan dan dikehendaki. Dan dalam konteks ini tidak ada keraguan bahwa apa yang terucap tidak memeliki konsekwensi apa-apa (talaknya tidak sah). Ketiga , orang yang tingkat kemarahannya berada di tengah di antara level yang pertama dan kedua. Dan dalam konteks perlu ditinjau lebih lanjut lagi (mahall an-nazhar). Namun, dalil-dalil yang ada menunjukkan bahwa apa yang terucap tidak memiliki konsekwensi apa-apa (talaknya tidak sah).

Dan juga terdapat dalam kitab Al-Fiqh ‘ala Madzahab al-Arba’ah Abdurraham al-Jujairi, cetakan Bairut-Dar al-Fikr, juz, 4, halaman 144 :

وَالتَّحْقِيقُ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ أَنَّ الْغَضْبَانَ الَّذِي يُخْرِجُهُ غَضَبُهُ عَنْ طَبِيعَتِهِ وَعَادَتِهِ بِحَيْثُ يَغْلُبُ الْهَذَيَانُ عَلَى أَقْوَالِهِ وَأَفْعَالِهِ فَإِنَّ طَلَاقَهُ لَا يَقَعُ وَإِنْ كَانَ يَعْلَمُ مَا يَقُولُ وَيَقْصِدُهُ لِأَنَّهُ يَكُونُ فِي حَالَةٍ يَتَغَيَّرُ فِيهَا إِدْرَاكُهُ فَلَا يَكُونُ قَصْدُهُ مَبْنِيًّا عَلَى إِدْرَاكٍ صَحِيحٍ فَيَكُونُ كَالْمَجْنُونِ

Artinya : “Hasil verifikasi kalangan madzhab Hanafi menyatakan bahwa kemarahan yang menyebabkan seseorang keluar dari tabiat dan kebiasaannya, dimana igauan menguasai perkataan dan perbuatannya, maka talaknya tidak jatuh meskipun ia mengetahui apa yang dikatakan dan apa yang dimaksudkan. Sebab, ia berada dalam kondisi mengalami kegoncangan pemahaman. Karenanya, apa yang dikehendaki itu tidak didasarkan atas pemahaman yang sahih sehingga ia menjadi seperti orang gila”.

Meski demikian, ucapan talak bukanlah hal yang bisa dipermainkan. Apalagi dengan niat mengintimidasi pasangannya setiap kali marah keluar ucapan talak. Yang kemudian dengan mudahnya diralat dengan ucapan permintaan maaf, karena menurut Syekh Zainuddin al-Maibari, salah seorang ulama Madzhab Syafi‘i, dalam kitabnya Fathul Mu‘in terbitan Daru Ihya al-Kutub halalam 112 menyatakan talak yang diucapkan dalam kondisi marah tetap sah:

واتفقوا على وقوع طلاق الغضبان وإن ادعى زوال شعوره بالغضب

Artinya, “Para ulama sepakat akan jatuhnya talak orang yang sedang marah, meskipun ia mengaku hilang kesadaran akibat kemarahannya.”

Walaupun dalam pelaksanaannya nanti talak terbagi dua ada yang “Sunnah” dan ada yang “Haram”, ada baiknya ketika kita marah, hindari berkata-kata dan lekas ambil air wudhu. Marah datangnya dari setan dan setan yang diciptakan dari api akan reda dengan air. Ketika emosi menguasai diri, hindari mengeluarkan kata-kata karena hanya akan menimbulkan penyesalan di kemudian hari.

Wallahu’Alam…

Wallahul nuwafiq ila aqwamith thariq
Wassalamu alaikum wr wb

(Ust. Yudha H. Bhaskara, SHI/ Ketua DKM Masjid Jami Ad Da’wah Balandongan Sukabumi dari berbagai sumber)

SebelumnyaHukum Mendapatkan Hadiah Lomba dengan Uang Pendaftaran SesudahnyaSiapa manusia pertama yang mengucapkan salam? Siapa yang mengajarkanya dan apakah benar ucapan salam merupakan ucapan ahli surga?

Tausiyah Lainnya