SEKILAS INFO
  • 3 tahun yang lalu / Masjid Independen bukan milik ormas, partai atau instansi tertentu tapi menjalin silaturahmi tanpa batas dengan siapapun
WAKTU :

Hukum Puasa Ramadhan Orang yang tidak Shalat Fardhu

Terbit 11 Maret 2024 | Oleh : admin | Kategori :
Hukum Puasa Ramadhan Orang yang tidak Shalat Fardhu

Kajian NGOPI (Ngobrol Perkara Islam)
Jamaah dan DKM Masjid Jami Ad Da’wah Balandongan
————————————–
Pertanyaan ke-52

Jamaah Bertanya:

Assalamulaikum wr wb,

Bagaimana Hukum Puasa Ramadhan orang yang tidak Shalat Fardhu?

DKM Menjawab:

Wa’alaikumusalam wr wb,

Bismillahirrahmanirrahim…

Pertama dan yang utama semoga kita semua senantiasa berada dalam bimbingn hidayah dan Taufiq-Nya Allah SWT dan menjaga hati kita dari lalai terhadap shalat, karena shalat merupakan amal ibadah yang pertama kali akan dihisab kelak oleh Allah SWT. Jika shalat kita selamat maka semua amalnya pun akan selamat, demikian pula sebaliknya.

Kita selaku diri yang mengaku Islam tidak boleh memilih-milih ibadah mana yang mana yang mau kita kerjakan, dan mana yang tidak mau kita kerjakan semau syahwat kita, misalny kita senang shalat tapi meninggalkan puasanya, atau kita senang puasa tapi meninggalkan shalat. Semuanya harus kita jalankan sebagaimana disebutkan dalam rukum Islam. Allah SWT sebenarnya telah mengingatkan kita agar tidak memilih-milih mana yang kita sukai ataupun yang tidak kita sukai, termasuk yang ada di dalam kitab samawi (yang asli) sekalipun sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Baqarah ayat 85 :

أفتؤمنون ببعض الكتاب وتكفرون ببعض فما جزاء من يفعل ذلك منكم إلا خزي في الحياة الدنيا

“Apakah kamu berimana kepada sebagian al-kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia.”

Terlebih shalat merupakan pembeda antara muslim dan kafir, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini:

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ

“Pembatas antara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 82)

الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah)

Namun demikian, terkait hukum sah tidaknya puasa seorang muslim yang tidak shalat fardhu, para ulama diantaranya Syekh Hasan Bin Ahmad al-Kaf di dalam kitab Taqriratus Sadidah fi Masail Mufidah menjelaskannya menjadi dua kondisi:

له حالتان: فتارة يتركها جحودا وتارة يتركها كسلا: إذا تركها جحودا، أي: معتقدا أنها غير واجبة هو كالمرتد……..، إذا تركها كسلا: وذلك بأن أخرجها عن وقت الضرورة فهو مسلم

Artinya, “Ada dua kondisi orang yang meninggalkan shalat: meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya dan meninggalkan shalat karena malas. Orang yang masuk dalam kategori pertama, maka ia dihukumi murtad. Sementara orang yang meninggalkannya karena malas, hingga waktunya habis, maka ia masih dikatakan muslim.”

Maka jika berlandaskan pada pendapat pertama, orang yang tidak mengerjakan shalat dengan mengingkari hukum kewajiban shalat fardhunya, maka puasanya secada otomatis batal, karena diantara yang membatalkan puasa adalah murtad. Sementara orang yang mengganggap shalat faedhu tidak wajib maka dianggap murtad dan keluar dari Islam.

Berbeda ketika muslim yang puasa tersebut tidak mengerjakan shalat fardhu karena malas atau sibuk, maka statusnya masih tetap muslim dan puasanya dianggap tidak batal secara fiqh, namun tidak bernilai apa-apa hanya sebatas mengugurkan kewajiban puasanga saja.

Hal ini disebutkan oleh Syekh Hasan Bin Ahmad al-Kaf di dalam kitab Taqriratus Sadidah fi Masail Mufidah:

بطلات الصوم هي قسمان: قسم يبطل ثواب الصوم لا الصوم نفسه، فلا يجب عليه القضاء، وتسمى محبطات. وقسم يبطل الصوم وكذلك الثواب – إن كان بغير عذر- فيجب فيه القضاء، وتسمى مفطرات.

Artinya, “Pembatalan puasa itu dibagi menjadi dua kategori: pertama, pembatalan yang merusak pahala puasa, namun tidak membatalkan puasa itu sendiri. Kategori ini dinamakan muhbithat (merusak pahala puasa) dan tidak diwajibkan qadha; kedua, sesuatu yang dapat membatalkan puasa dan merusak pahalanya. Bila melakukan ini tanpa udzur, maka wajib mengqadha puasa di hari lainnya. Kategori ini dinamakan mufthirat (membatalkan puasa).

Maka ada baiknya jika kita puasa, selama tidak ada udzur syar’i yang membolehkan kita meninggalkan shalat, maka jalani puasa tanpa meninggalkan shalat fardhu lima waktu. Semestinya orang yang puasanya benar, akan semakin istiqomah menjalankan ibadah shalat fardhu lima waktunya bahkan akan ringan saat menjalankan ibadah shalat sunnahnya..

Wallahu’Alam…

Wallahul nuwafiq ila aqwamith thariq
Wassalamu alaikum wr wb

(Ust. Yudha H. Bhaskara, SHI/ Ketua DKM Masjid Jami Ad Da’wah Balandongan Sukabumi dari berbagai sumber)

SebelumnyaSiapa manusia pertama yang mengucapkan salam? Siapa yang mengajarkanya dan apakah benar ucapan salam merupakan ucapan ahli surga? SesudahnyaMUSIK dan NYANYIAN DIMATA ULAMA MADZHAB

Tausiyah Lainnya