SEKILAS INFO
  • 3 tahun yang lalu / Masjid Independen bukan milik ormas, partai atau instansi tertentu tapi menjalin silaturahmi tanpa batas dengan siapapun
WAKTU :

Apa hukum menggunakan fashion dari kulit buaya dan ular yang sudah disamak?

Terbit 16 Desember 2021 | Oleh : admin | Kategori :
Apa hukum menggunakan fashion dari kulit buaya dan ular yang sudah disamak?

Kajian NGOPI (Ngobrol Perkara Islam)
Jamaah dan DKM Masjid Jami Ad Da’wah Balandongan
————————————–

Pertanyaan ke-40
Jamaah Bertanya:

Assalamulaikum wr wb,

Apa hukum menggunakan fashion dari kulit buaya dan ular yang sudah disamak?

DKM Menjawab:

Wa’alaikumusalam wr wb,

Bismillahirrahmanirrahim…

Semoga rahmat dan hidayah Allah senatiasa tercurah kepada kita semua. Dan semoga kita semua dijadikan ahli surga oleh Allah, bisa dimasukan ke tempat yang segala keindahannya tak pernah terlihat mata dan telinga di dunia, bahkan tak pernah terbersit suatu keindahan dalam hati melainkan keindahan surga tiada bandingannya.

Hukum menggunakan fashion apapun bentuknya baik tas, sepatu, ikat pinggang, dompet atau yang lainnya yang terbuat dari kulit buaya, ular atau harimau yang sudah disamak, para ulama berbeda pendapat dalam menghukuminya.

Sebagian kalangan Syafiiyah menghukuminya mubah atau boleh karena kulit hewan tersebut menjadi suci jika sudah disamak, sebagaimana disebutkan dalam keumuman hadits shahih muslim:

إذا دبغ الإهاب فقد طهر

Artinya: “Apabila kulit hewan sudah disamak, maka ia suci”.

Terkecuali kulit babi dan kulit anjing tetap najis meskipun telah disamak sebagaimana disebutkan Imam Syafi’i Dalam kitab Al-Umm (1/23):

فيتوضأ في جلود الميتة كلها إذا دبغت وجلود ما لا يؤكل لحمه من السباع قياسا عليها إلا جلد الكلب ، والخنزير فإنه لا يطهر بالدباغ ; لأن النجاسة فيهما وهما حيان قائمة ، وإنما يطهر بالدباغ ما لم يكن نجسا حيا

Artinya: “Boleh berwudhu dari semua wadah kulit bangkai apabila sudah disamak termasuk kulit binatang buas yang dagingnya tidak boleh dimakan (juga suci). Ini dianalogikan pada kulit binatang yang boleh dimakan kecuali kulit anjing dan babi di mana kulit keduanya tidak bisa suci walaupun disamak karena kulit keduanya najis saat hewan ini hidup. Yang bisa suci dengan disamak adalah yang kulitnya tidak najis saat masih hidup”.

Hal senada disebutkan Imam Taqiyuddin Al Hishniy Rahimahullah di dalam Kifayatul Akhyar:

الْحَيَوَان الَّذِي ينجس بِالْمَوْتِ إِذا دبغ جلده يطهر بالدباغ سَوَاء فِي ذَلِك مَأْكُول اللَّحْم وَغَيره

Artinya: “Hewan yang menjadi najis karena matinya, jika disamak kulitnya maka akan menjadi suci karena samak itu, sama saja apakah hewan itu bisa dimakan atau tidak” . (Kifayatul Akhyar, Hal. 18)

Namun yang harus digaris bawahi kendati kulitnya menjadi suci namun menurut Imam Nawawi melarang untuk memperjualbelikannya sebagaimana disebutkan dalam Al Majmu’:

وَحَكَى الْقَاضِي حُسَيْنٌ وَإِمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَالْغَزَالِيُّ وَجَمَاعَةٌ آخَرُونَ مِنْ الْخُرَاسَانِيِّينَ وَجْهًا شَاذًّا ضَعِيفًا أَنَّهُ يَجُوزُ بَيْعُ السِّبَاعِ لِأَنَّهَا طَاهِرَةٌ وَالِانْتِفَاعُ بِجُلُودِهَا بِالدِّبَاغِ مُتَوَقَّعٌ وَضَعَّفُوا هَذَا الْوَجْهَ بِأَنَّ الْمَبِيعَ فِي الْحَالِ غَيْرُ مُنْتَفَعٍ بِهِ وَمَنْفَعَةُ الْجِلْدِ غَيْرُ مَقْصُودَةٍ وَلِهَذَا لَا يَجُوزُ بَيْعُ الْجِلْدِ النَّجِسِ بِالِاتِّفَاقِ وَإِنْ كَانَ الِانْتِفَاعُ بِهِ بَعْدَ الدِّبَاغِ مُمْكِنًا وَاَللَّهُ أَعْلَمُ

Artinya: “Qadi Husain, Imam al-Haramain, al-Ghazali, dan sejumlah ulama lainnya dari Khurasan meriwayatkan riwayat nyeleneh yang daif bahwa menjual hewan buas itu boleh, karena dianggap suci, dan pemanfaatan kulitnya dengan cara disamak itu lebih diharapkan. Sejumlah ulama mendaifkan pendapat ini, karena barang yang dijual pada saat itu tidak terlihat kemanfaatannya, dan kemanfaatan kulit itu bukan sesuatu yang dituju. Karena itu, menjual kulit yang najis itu tidak boleh sesuai kesepakatan ulama, walaupun memang mungkin saja terdapat kemanfaatannya setelah disamak”.

Sedangkan Imam At Tirmidzi berpendapat bahwa penggunaan kulit binatang buas seperti buaya, ular atau harimau adalah makruh:

و قَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِمْ إِنَّهُمْ كَرِهُوا جُلُودَ السِّبَاعِ وَإِنْ دُبِغَ وَهُوَ قَوْلُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُبَارَكِ وَأَحْمَدَ وَإِسْحَقَ وَشَدَّدُوا فِي لُبْسِهَا وَالصَّلَاةِ فِيهَا قَالَ إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ إِنَّمَا مَعْنَى قَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ فَقَدْ طَهُرَ جِلْدُ مَا يُؤْكَلُ لَحْمُهُ هَكَذَا فَسَّرَهُ النَّضْرُ بْنُ شُمَيْلٍ و قَالَ إِسْحَقُ قَالَ النَّضْرُ بْنُ شُمَيْلٍ إِنَّمَا يُقَالُ الْإِهَابُ لِجِلْدِ مَا يُؤْكَلُ لَحْمُهُ

Artinya: “Sebagian ulama` dari kalangan sahabat Nabi ﷺ dan selain mereka tetap memakruhkan kulit binatang buas meskipun telah disamak. Ini adalah pendapat Abdullah Ibnul Mubarak, Ahmad dan Ishaq. Dan mereka bersikap tegas (tidak) memakainya, dan (tidak memakainya) dalam shalat. Ishaq bin Ibrahim berkata, “Sesungguhnya makna dari sabda Rasulullah ﷺ, ‘Kulit apapun jika disamak, maka ia menjadi suci’, maksudnya adalah kulit dari hewan yang boleh dimakan dagingnya. Demikianlah yang dijelaskan oleh An Nadhr bin Syumail.” Ishaq berkata lagi, Nadhar bin Syumail mengatakan; ungkapan disamak, adalah untuk kulit dari binatang yang dagingnya boleh dimakan.”

Sementara para ulama di kalangan madzhab Maliki dan Hanbali menilai haram penggunaan kulit dari hewan buas, apapun hewannya baik buaya, ular maupun harimau berdasar hadits Dari Abul Malih bin Usamah, dari ayahnya:

أنَّ رَسولَ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم نهى عن جُلودِ السِّباعِ

Artinya: “Bahwa Rasulullah ﷺ melarang kulit hewan buas”. (HR. Abu Daud no. 4132, At Tirmidzi no. 1771, Imam An Nawawi mengatakan: Shahih. Lihat Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdab, 1/220)

Dan Hadits Imam An Nasai:

عَنْ خَالِدٍ قَالَ وَفَدَ الْمِقْدَامُ بْنُ مَعْدِيكَرِبَ عَلَى مُعَاوِيَةَ فَقَالَ لَهُ
أَنْشُدُكَ بِاللَّهِ هَلْ تَعْلَمُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ لُبُوسِ جُلُودِ السِّبَاعِ وَالرُّكُوبِ عَلَيْهَا قَالَ نَعَمْ

Artinya: “Dari Khalid, ia berkata; Al Miqdam bin Ma’dikarib datang kepada Mu’awiyah sebagai utusan kemudian berkata; saya bersumpah kepada Allah dan bertanya kepadamu, apakah engkau mengetahui bahwa Rasulullah ﷺ melarang memakai kulit binatang buas dan menaikinya? Ia berkata; ya”. (HR. An Nasa’i no. 4255, Shahih)

Dari perbedaan pendapat ini dapat kita pilah urgensi penggunaan fashion yang terbuat dari kulit buaya, ular atau harimau apa urgensinya? Apakah ketika kita tidak memakai fashion dari kulit buaya, ular atau harimau kita bisa jatuh sakit? Jika hanya sekedar bermewah-mewah maka itu tidak ada urgensinya sama sekali. Dan bermewah-mewah merupakan perbuatan yang dibenci Allah. Terlebih jika saat mendapatkan kulit buaya, ular atau harimaunya kita dzalim menganiaya binatang, tentunya ini sangat dilarang agama.

Wallahu’Alam

(Ust. Yudha H. Bhaskara, SHI/ Ketua DKM Masjid Jami Ad Da’wah Balandongan Sukabumi dari berbagai sumber)

SebelumnyaApa hukum seorang muslim mengucapkan Selamat Natal ke nashrani? Apakah boleh umat Islam mengikuti kegiatan ritual sakramen agama lain? SesudahnyaApakah benar bergerak lebih dari tiga kali dalam shalat bisa membatalkan shalat?

Tausiyah Lainnya