SEKILAS INFO
  • 3 tahun yang lalu / Masjid Independen bukan milik ormas, partai atau instansi tertentu tapi menjalin silaturahmi tanpa batas dengan siapapun
WAKTU :

Apakah benar setiap sedekah dan ibadah lain yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi disebut ikhlas?

Terbit 11 November 2021 | Oleh : admin | Kategori :
Apakah benar setiap sedekah dan ibadah lain yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi disebut ikhlas?

Kajian NGOPI (Ngobrol Perkara Islam)
Jamaah dan DKM Masjid Jami Ad Da’wah Balandongan
Diasuh oleh:
Ust. Yudha H. Bhaskara, SHI
Pertanyaan ke-21
Jamaah Bertanya:

Apakah benar setiap sedekah dan ibadah lain yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi disebut ikhlas?

DKM Menjawab:

Bismillahir Rahmanir Rahim…

Yang pertama dan yang utama bersihkan dahulu hati kita dari sifat riya dan hasad, karena kedua sifaf ini sangat berbahaya akan merusak segala amal ibadah kita. Sifat riya dan hasad harus dihilangkan agar setiap kebaikan yang kita lakukan baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi tetap mendapatkan pahala dari Allah SWT.

Bukan hanya kebaikan yang dilakukan secara terang-terangan yang harus terbebas dari riya dan hasad, termasuk kebaikan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi juga harus terbebas dari sifat riya dan hasad, jangan sampai kita menyangka hanya amal ibadahnya saja yang paling ikhlas karena dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan menuduh amal orang lain tidak ikhlas karena dilakukan secara terang-terangan, karena sejatinya kita sedang riya dan hasad pada orang lain hingga melahirkan sifat ‘ujub.

Sifat riya dan hasad ini sama berbahayanya akan merusak pahala amal ibadah kita baik yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan. Riya melakukan sesuatu karena ingin dipuji orang lain, dan hasad rasa benci terhadap segala kebaikan yang dilakukan orang lain, jadi intinya ikhlas dan tidak ikhlas terletak pada hati kita, bukan pada amal ibadah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau dilakukan secara terang-terangan.

Dalam sudut pandang agama, ibadah tidak mesti harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi selamannya. Jika seluruh ibadah harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi, maka seluruh masjid yang ada di dunia ini akan sepi. Sementara Rasulullah SAW sendiri memerintahkan shalat jumat, shalat Ied, shalat berjamaah, ibadah haji, jihad, thalab ilmu dan lain sebagainya, yang notabene merupakan ibadah yang melibatkan banyak orang dan secara otomatis harus dilakukan secara terang-terangan.

Bahkan termasuk ibadah sedekah dan infak di dalam Islam bisa dilakukan secara terang-terangan dan secara sembunyi-sembunyi. Hal ini sudah digariskan Allah SWT dalam Quran surah Al-Baqarah, ayat 274:

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرّاً وَعَلاَنِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ

Artinya: Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Di dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan asbab nuzul ayat ini berkenaan dengan kebiasaan yang dilakukan Sayidina Ali bin Abi Thalib ra jika mempunyai uang 4 dirham, maka Sayyidina Ali ra akan meninfakkan satu dirham malam hari, satu dirham siang hari, satu dirham diinfakkan secara sembunyi-sembunyi dan satu dirhan diinfakkan secara terang-terangan. Jadi semuanya tidak ada masalah.

Demikian pula asbab nuzul Quran surat Al Baqarah ayat 271 berkaitan dengan infaknya Sayidina Umar bin Khattab ra separo hartanya secara terang-terangan yang kemudian diikuti oleh Sayidina Abu Bakar Ash Shiddiq ra yang menginfakkan seluruh hartanya. Sehingga Sayidina Umar bin Khattab ra mendapatkan dua pahala, pahala infak separo harta dan pahala dari Sayidina Abu Bakar Ash Shiddiq ra yang mengikutinya. Dengan tidak mengurangi pahala yang didapatkan Sayidina Abu Bakar Ash Shiddiq ra. Sebagaimana hadits:

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا، وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

“Barangsiapa yang membuat sunnah hasanah dalam Islam maka dia akan memperoleh pahala dan pahala orang yang mengikutinya, dengan tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa yang membuat sunnah sayyi’ah dalam Islam maka ia akan mendapatkan dosa dan dosa orang yang mengikutinya, dengan tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun” (HR Muslim).

Jadi apapun amal ibadah yang kita lakukan baik dilakukan secara terang-terangan maupun dilakukan secara sembunyi-sembunyi, selama hatinya ikhlas terbebas dari sifat riya, maka tetap akan menjadi pahala. Demikian pula bersihkan hati kita dari sifat hasad, sehingga tidak mudah menuduh orang lain riya dan tidak ikhlas hanya gara-gara melakukan ibadah secara terang-terangan. Karena jangankan kita manusia yang lemah, malaikat pun tidak tahu ibadah mana diantara hamba-hamba Allah ini yang ikhlas atau tidak ikhlas. Malaikat hanya bertugas mencatat setiap amal ibadah, sementara nanti yang menilai ikhlas tidak ikhlas hanyalah Allah SWT. Namun jika sekiranya bersedekah terang-terangan menyakiti perasaan orang yang kita beri sedekah, maka sembunyi-sembunyi itu lebih baik.

Wallahu’Alam…

(Ust. Yudha H. Bhaskara, SHI/ Ketua DKM Masjid Jami Ad Da’wah Balandongan Sukabumi dari berbagai sumber)

SebelumnyaPanglima 10 November 1945 adalah Kyai SesudahnyaApakah membaca shalawat karena ingin bertemu Rasulullah SAW tidak ikhlas?

Tausiyah Lainnya