Apakah shalat yang tidak khusu (galau) akibat banyaknya masalah yang dipikirkan sah dan diterima Allah SWT?
Kajian NGOPI (Ngobrol Perkara Islam)
Jamaah dan DKM Masjid Jami Ad Da’wah Balandongan
Diasuh oleh: Ust. Yudha H. Bhaskara, SHI
Pertanyaan ke-13
Jamaah Bertanya:
Apakah shalat yang tidak khusu (galau) akibat banyaknya masalah yang dipikirkan sah dan diterima Allah SWT?
DKM Menjawab:
Bismillah…
Di dalam Ghayatul Bayan halaman 280 Syekh Ar Ramli menyampaikan bahwa hampir semua manusia tidak akan luput dari godaan bisikan syetan didalam shalatnya, terutama bisikan tentang urusan dunia. Maka tugas kita selaku manusia yang dhaif berusahalah semaksimal mungkin menghindari bisikan syetan saat shalat. Menurut Syekh Ar-Ramli di dalam Ghayatul Bayan:
فانك لاتقدرعلى صلاة بلا وسوسة فقداجتهد الاكابران يصلوا ركعتين بلا وسوسة من الشيطان وحديث النفس بامورالدنيا فعجزوا ولا مطعم فيه لامثالنا
Artinya: “Maka sesungguhnya engkau tidak mampu melakukan shalat tanpa adanya godaan bisikan (syetan). Maka sesungguhnya orang-orang besar telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk shalat dua rakaat tanpa tergoda bisikan syetan dan pembicaraan hati terkait berbagai macam urusan duniawi. Maka lemahlah mereka dan tiada harapan bagi orang-orang seperti kami.”
Untuk menghindari ketidak khusu’an dalam shalat, ada baiknya kita mengikuti petuah dari para ulama agar shalat kita setidaknya bisa khusu’ walaupun hanya sepersekian persen dari seluruh shalat kita. Diantaranya sebagaimana disampaikan di dalam kitab Ihya Ulumuddin oleh Al-Imamul ‘Alam Hujjatul Islam Al-‘Allamah Abi Hamid Al-Ghazali berikut ini:
ولكن الضعيف لا بد وأن يتفرق به فكره وعلاجه قطع هذه الأسباب بأن يغض بصره أو يصلى في بيت مظلم أو لا يترك بين يديه ما يشغل حسه ويقرب من حائط عند صلاته حتى لا تتسع مسافة بصره ويحترز من الصلاة على الشوارع وفي المواضع المنقوشة المصنوعة وعلى الفرش المصبوغة
Artinya: “Akan tetapi, orang yang “lemah”, tentu (penglihatan dan pendengarannya) itu yang membuat pikirannya tidak fokus. Jalan keluarnya ialah melepaskan diri dari segala bentuk penyebab tidak fokusnya. Misalnya dengan cara menundukkan penglihatan, shalat di tempat gelap, menyingkirkan sesuatu di hadapan kita yang bisa menganggu pikiran, mengambil posisi shalat yang dekat dengan dinding agar jarak pandang terbatas. Ia perlu menghindari posisi shalat di tempat yang dekat dengan jalan, di tempat yang terdapat ukiran atau lukisan, dan di atas tikar yang dicelup (warna-warni).”
Atau bisa juga sebelum shalat kita munajat meminta kepada Allah agar shalat kita diberikan kemulyaan khusu’ sebagaimana disampaikan di dalam kitab Hasyiyatul Bujairimi Alal Khatib:
فمن كثرت وسوسته في الصلاة فليستعذ بالله من الشيطان، ويقول اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِك مِنْ شَيْطَانِ الْوَسْوَسَةِ خَنْزَبٍ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَإِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ
Artinya, “Siapa saja yang banyak was-was dalam shalat, hendaknya ia berlindung kepada Allah dari gangguan bisikan setan dan berdoa, ‘Allāhumma innī a‘ūdzu bika min syaythānil waswasati Khanzabin’ (Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari godaan bisikan syetan khanzab) (3 kali). Insya Allah, bisikan was-was tersebut dilenyapkan oleh Allah,”
Demikian beberapa petuah dari para ulama agar shalat kita bisa mendekati khusu’. Jikapun tidak bisa khusu’ apakah shalat kita sah? Menurut kami jika sekiranya shalatnya dilaksanakan sesuai syarat dan rukunnya maka shalatnya tetap sah walaupun sebagian ulama mengangapnya makruh sebagaimana pendapat Imam An-Nawawi di dalam fatwanya:
إذا فكر في صلاته في المعاصي والمظالم ولم يحضر قلبه فيها ولا تدبر قراءتها هل تبطل صلاته أم لا؟ أجاب رضي الله عنه: تصح صلاته وتكره..
Artinya: “Bila seorang memikirkan kemaksiatan dan kezalimaan pada saat shalatnya sehingga hatinya tidak hadir (tidak fokus) di dalam shalatnya, dan dia tidak meresapi bacaannya, apakah shalatnya masih sah? Jawaban Imam An-Nawawi :‘Shalatnya sah, namun makruh,’”
Adapun shalat yang tidak khusu’ apakah akan diterima Allah SWT? Wallahu’alam… Semoga shalat kita semua diterima oleh Allah SWT dan senantiasa diberikan taufik untuk terus memperbaiki shalat kita. Untuk menjawab pertanyaan ini ada baiknya kita membuka kitab Fathul Mu’in juz 1 halaman 212, disana Syekh Zainuddin Al-Malibari menjelaskan:
وسن فيها خشوع بقلبه بأن لا يحضر فيه غير ما هو فيه وإن تعلق بالآخرة وبجوارحه بأن لا يعبث بأحدها. وذلك لثناء الله تعالى في كتابه العزيز على فاعليه بقوله: * (قد أفلح المؤمنون الذين هم في صلاتهم خاشعون) * ولانتفاء ثواب الصلاة بانتفائه، كما دلت عليه الاحاديث الصحيحة ولان لنا وجها اختاره جمع أنه شرط للصحة.
Artinya: “Disunnahkan dalam shalat untuk khusyuk dengan hati. Dengan gambaran sesorang tidak menghadirkan dalam shalat selain sesuatu yang sedang dilakukannya, meskipun berhubungan dengan akhirat. Dan disunnahkan khusyuk dengan anggota tubuh. Dengan gambaran tidak bermain-main dengan salah satu bagian dari anggota tubuh. Kesunnahan ini dikarenakan pujian Allah SWT pada orang yang khusyuk dalam kitab-Nya, dengan firmannya “Sungguh beruntung orang-orang mukmin. Yaitu orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya” dan dikarenakan sirnanya pahala shalat dengan tidak khusyuk, seperti halnya yang dijelaskan dalam beberapa hadis shahih. Dan juga dikarenakan adanya pandangan yang dipilih oleh golongan ulama bahwa sesungguhnya khusyuk ini adalah syarat sahnya shalat”
Namun ada juga sejumlah keterangan yang menjelaskan bahwa pahala shalat akan tergantung pada seberapa baik shalat yang dilakukan seseorang:
ما من عبد من صلاته الا ما عقل منها
Artinya: “Tidaklah seorang hamba mendapatkan pahala dari shalatnya melainkan sesuai kadar pemahaman dalam shalatnya.”
Wallahu’alam…
(Ust. Yudha H. Bhaskara, SHI (Ketua DKM)
dari berbagai sumber)