Apakah percaya pada sihir termasuk Syirik pada Allah? Karena saya sering sakit dan mengalami hal aneh dalam waktu tertentu. Apakah saya boleh belajar ilmu sihir untuk menangkal sihir?
Kajian NGOPI (Ngobrol Perkara Islam)
Jamaah dan DKM Masjid Jami Ad Da’wah Balandongan
————————————–
Pertanyaan ke-28
Jamaah Bertanya:
Assalamulaikum wr wb,
Apakah percaya pada sihir termasuk Syirik pada Allah? Karena saya sering sakit dan mengalami hal aneh dalam waktu tertentu. Apakah saya boleh belajar ilmu sihir untuk menangkal sihir?
DKM Menjawab:
Waalaikumsalam wr wb,
Bismillahirrahmanirrahim…
Sihir secara bahasa berarti sesuatu yang samar atau tersembunyi sebabnya. Sedangkan menurut istilah syara’ ulama berbeda pendapat. Namun intinya sihir adalah perbuatan yang dilakukan dengan meminta pertolongan syetan dengan cara memuji-muji syetan (mantra) atau jampi menggunakan media tertentu dengan tujuan mencelakai orang lain dan bisa menimbulkan dampak beraneka ragam, seperti sakit, kematian, kebencian, gairah syahwat, penceraian, perselingkuhan dan lain sebagainya.
Sihir termasuk dosa besar sebagaimana hadits berikut ini:
اِجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ اَلشِّرْكُ بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِىْ حَرَّمَ اللهُ اِلاَّ بِالْحَقِّ وَاٰكِلُ الرِّبَا وَاٰكِلُ مَالِ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاَتِ الْمُؤْمِنَاتِ (رواه البخارى ومسلم)
Artinya: “Jauhilah tujuh perkara yang merusak (dosa besar). Para shahabat bertanya, “Apa saja ketujuh perkara itu wahai Rasulullah?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Syirik kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, sihir, membunuh seseorang yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala kecuali dengan jalan yang benar, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang dan menuduh zina terhadap perempuan-perempuan mukmin” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Lantas bagaimana dengan mempercayainya apakah termasuk syirik pada Allah? Percaya pada adanya sihir dan Pelaku sihir (pembuat sihir dan yang minta dibuatkan sihir) adalah dua hal yang berbeda. Percaya pada adanya sihir tidak mesti dihukumi syirik pada Allah, karena sihir juga dibahas di dalam Al Quran, maka jika tidak percaya pada adanya sihir sama halnya tidak percaya pada Al Quran. Salah satunya sebagaimana tertera dalam Quran surat Al Baqarah ayat 102:
وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (البقرة: 102)
Artinya: “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir.” Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui” (QS. al-Baqarah: 102).
Asbab nuzul Quran surat Al Baqarah ayat 102 ini terkait kafir Quraisy yang menuduh ajaran Nabi Muhammad SAW sebagai sihir, padahal merekalah pelaku sihir sesungguhnya. Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan dengan rinci bahwa asal mula adanya sihir itu dari syetan dan membantah pemutarbalikan fakta Nabi Sulaiman AS yang dituduh sebagai pelaku sihir, termasuk saat Harut Marut diturunkan adalah untuk mengajarkan penangkal sihir.
Termasuk asbab nuzul Quran surat Al Falaq dan An Naas juga terkait adanya sihir yang menyerang Rasulullah SAW. Sebagaimana dijelaskan oleh Sayidatina Aisyah RA dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim ini:
سَحَرَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي زُرَيْقٍ يُقَالُ لَهُ لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ حَتَّى كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ كَانَ يَفْعَلُ الشَّيْءَ وَمَا فَعَلَهُ حَتَّى إِذَا كَانَ ذَاتَ يَوْمٍ أَوْ ذَاتَ لَيْلَةٍ وَهُوَ عِنْدِي لَكِنَّهُ دَعَا وَدَعَا ثُمَّ قَالَ يَا عَائِشَةُ أَشَعَرْتِ أَنَّ اللَّهَ أَفْتَانِي فِيمَا اسْتَفْتَيْتُهُ فِيهِ أَتَانِي رَجُلَانِ فَقَعَدَ أَحَدُهُمَا عِنْدَ رَأْسِي وَالْآخَرُ عِنْدَ رِجْلَيَّ فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ مَا وَجَعُ الرَّجُلِ فَقَالَ مَطْبُوبٌ قَالَ مَنْ طَبَّهُ قَالَ لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ قَالَ فِي أَيِّ شَيْءٍ قَالَ فِي مُشْطٍ وَمُشَاطَةٍ وَجُفِّ طَلْعِ نَخْلَةٍ ذَكَرٍ قَالَ وَأَيْنَ هُوَ قَالَ فِي بِئْرِ ذَرْوَانَ فَأَتَاهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَاسٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَجَاءَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ كَأَنَّ مَاءَهَا نُقَاعَةُ الْحِنَّاءِ أَوْ كَأَنَّ رُءُوسَ نَخْلِهَا رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا اسْتَخْرَجْتَهُ قَالَ قَدْ عَافَانِي اللَّهُ فَكَرِهْتُ أَنْ أُثَوِّرَ عَلَى النَّاسِ فِيهِ شَرًّا فَأَمَرَ بِهَا فَدُفِنَتْ
Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah disihir oleh seseorang dari bani Zuraiq yang bernama Labid bin Al-A’sham, sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salllam dibuat membayangkan seolah-olah beliau melakukan sesuatu padahal beliau tidak berbuat apa-apa. Sampai pada suatu hari atau pada suatu malam ketika beliau berada di sisiku, tetapi beliau terus berdoa dan berdoa. Kemudian beliau bersabda, “Wahai Aisyah, apakah kamu tahu bahwa Allah telah memberikan jawaban kepadaku tentang apa yang aku tanyakan kepada-Nya tentang sihir? Ada dua orang yang mendatangiku, satu di antaranya duduk di dekat kepalaku dan yang satunya lagi berada di dekat kakiku.” Lalu salah seorang di antara keduanya berkata kepada temannya, “Sakit apa orang ini?” “Terkena sihir”, sahut temannya. “Siapa yang telah menyihirnya?”, tanya temannya lagi. Temannya menjawab, “Labid bin Al-A’sham.” Ditanya lagi, “Dalam bentuk apa sihir itu?” Dia menjawab, “Pada sisir dan rontokan rambut ketika disisir, dan kulit mayang kurma jantan.” “Lalu, di mana semuanya itu berada?”, tanya temannya. Dia menjawab, “Di sumur Dzarwan.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi sumur itu bersama beberapa orang sahabat beliau. Lalu, beliau datang dan berkata, “Wahai Aisyah, seakan-akan airnya berwarna merah seperti perasan daun pacar, dan seakan-akan kulit mayang kurmanya seperti kepala setan.” Lalu kutanyakan, “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau meminta dikeluarkan?” Beliau menjawab, “Allah telah menyembuhkanku, sehingga aku tidak ingin memberi pengaruh buruk kepada umat manusia dalam hal itu. Kemudian beliau memerintahkan untuk menimbunnya, maka semuanya pun ditimbun dengan segera.” (HR. Bukhari, no. 5763 dan Muslim, no. 2189)
Jadi sejak ribuan tahun yang lalu, sejak zaman Nabi Sulaiman AS, hingga zaman Rasulullah SAW praktik sihir sudah terjadi. Biasanya menggunaka media bagian anggota badan, gambar (foto), boneka atau tanah. Dan saling tuduh antara pelaku sihir dengan pemberantas sihir juga sebenarnya sudah terjadi sejak dulu. Maka tak heran jika sekarang banyak pelaku sihir yang justru menuduh korbannya sebagai penganut sihir. Bahkan langsung menuduh korban sihir dengan musyrik.
Ada baiknya kita bedakan posisi korban sihir dan pelaku sihir dua kondisi yang berbeda. Bagi korban sihir, biasanya akan mengalami hal-hal diluar akal sehat, seperti dibenci tanpa sebab, sakit pada kondisi tertentu, atau sanak keluarga mengalami kejadian aneh namun saat dibawa ke dokter justru tidak sakit dan lain sebagainya. Maka ketika korban sihir percaya adanya sihir tidaklah dihukumi musyrik karena faktanya memang ada. Dengan catatan segala sesuatunya harus dikembalikan kepada Allah semata. Dan menyandarkan diri bahwa tidak ada daya dan kekuatan, tidak ada yang bisa menolongnya selain Allah SWT.
Sementara bagi pelaku sihir, baik yang membuat sihir ataupun yang meminta dibuatkan sihir, maka sejatinya mereka sedang musyrik pada Allah karena meminta pertolongan pada syetan untuk mencelakai orang lain dengan menyembah jin atau syetan melalui bacaan dan sesajen yang isinya biasanya pujian untuk syetan dan kemusyrikan pada Allah. Bahkan jika sampai korbannya meninggal dunia, maka sepanjang masa tidak akan diampuni dosanya Allah SWT.
Jika diklasifikasikan, sihir diantaranya terbagi dua kategori:
1. Sihir Hakiki : Sihir yang terlihat nyatanya, seperti mempengaruhi kondisi badan, dari mulai sakit hingga meninggal dunia (di Indonesia biasanya disebut santet, teluh, dan lainnya). Bisa juga memisahkan dua orang yang saling mencintai atau menjadikan seseorang dibenci dalam lingkungannya atau sebaliknya, menjadikan dirinya disukai dalam satu lingkungan tertentu karena adanya hasad pada seseorang.
2. Sihir Takh-yili : Sihir menggunakan kekuatan khayalan kepada korbannya sehingga korban kerap mengkhayalkan sesuatu yang sebenarnya tidak ada atau srring disebut hipnotis. Seperti seseorang yang tertipu menganggap kumpulan kertas Sebagai uang, atau melihat besi seperti emas karena sudah diberikan mantra dan jampi.
Adapun mempelajari ilmu sihir ulama berbeda pendapat. Madzhab Maliki berpendapat bahwa mempelajari sihir atau mengajarkannya menyebabkan pelakunya kafir meskipun tidak menggunakannya. Sebab, sihir mengandung unsur pengagungan terhadap syetan dan ketergantungan pada syetan. Hal senada juga diungkapkan Madzhab Hambali dalam riwayat yang lebih masyhur, dinukil dari sahabat Ali radhiallahu anhu, dan dianggap kuat oleh Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni.
Sementara dalam mazhab Hanafi ada dua kategori : Jika mempelajari sihir untuk melindungi dirinya, maka dia tidak kafir. Namun jika mempelajari sihir dengan keyakinan bahwa hal tersebut dibolehkan atau akan memberi manfaat baginya, ini adalah kekafiran. Demikian pula Asy-Syafi’i dan mayoritas pengikutnya berpendapat sama dan dianggap kuat oleh al-Hafizh Ibnu Hajar, al-Qarafi, dan asy-Syinqithi. (al-Fath, 10/224, dan Adhwaul Bayan, 4/44)
Sementara menurut Imam Adz-Dzahabi rahimahullah dalam kitab beliau, al-Kabair (hlm. 21—22), mengatakan, “Tukang sihir harus dikafirkan berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala,
وَلَٰكِنَّ ٱلشَّيَٰطِينَ كَفَرُواْ يُعَلِّمُونَ ٱلنَّاسَ ٱلسِّحۡرَ
‘Akan tetapi, setan-setan yang kafir dan mengajarkan manusia sihir.’
As-Sa’di rahimahullah dalam Tafsir beliau (hlm. 44) mengatakan, “Jangan kamu belajar sihir karena hal itu termasuk kekufuran.”
Ibnu Allan rahimahullah dalam kitab Dalilul Falihin (8/284) mengatakan, “Sihir adalah hal-hal di luar kebiasaan yang terjadi melalui ucapan dan perbuatan, bisa dilawan dengan yang sepertinya. Sihir hukumnya haram, termasuk dosa besar.”
Ash-Shan’ani rahimahullah dalam kitab Tath-hir al-I’tiqad (hlm. 44) mengatakan, “Belajar ilmu sihir bukan perkara yang sulit. Pintunya yang paling besar adalah kufur kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan menghinakan hal yang diagungkan oleh-Nya, seperti meletakkan mushaf di WC, dan sebagainya.” Na’udzubillah tsumma Na’udzubillah.
Wallahu’Alam…
(Ust. Yudha H. Bhaskara, SHI/ Ketua DKM Masjid Jami Ad Da’wah Balandongan Sukabumi dari berbagai sumber)