Apakah boleh perjanjian pembayaran utang emas harus dibayar dengan emas lagi? Karena harga emas fluktuatif apakah tidak termasuk riba?
Kajian NGOPI (Ngobrol Perkara Islam)
Jamaah dan DKM Masjid Jami Ad Da’wah Balandongan
————————————–
Pertanyaan ke-33
Jamaah Bertanya:
Assalamulaikum wr wb,
Apakah boleh perjanjian pinjam emas harus dikembalikan dengan emas lagi? Karena harga emas fluktuatif apakah tidak termasuk riba?
DKM Menjawab:
Waalaikumsalam wr wb,
Bismillahirrahmanirrahim…
Semoga kita semua diberikan kecukupan rezeki yang halal dan dihindarkan dari harta yang haram. Dan semoga kita diselamatkan Allah dari lilitan utang. Amin ya Rabbal’alamin.
Pinjam meminjam di dalam Islam dibolehkan, bahkan bagi yang meminjamkan akan mendapatkan pahala luar biasa dari Allah SWT. (Terkait hak dan kewajiban pemberi utang dan yang berutang bisa dibuka di pertanyaan nomer 15 dan nomer 16 pada jawaban sebelumnya di www.masjid-addawah.com.)
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ:
عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : من نفس عن مسلم كربة من كرب الدنيا نفس الله عنه كربة من كرب يوم القيامة ، ومن يسر على معسر فى الدنيا يسر الله عليه فى الدنيا والأخرة ، ومن ستر على مسلم في الدنيا ستر الله عليه في الدنيا والأخرة ، والله في عون العبد ما كان العبد في عون أخيه.
Artinya: “Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW, beliau bersabda: Barangsiapa yang melepaskan dari seorang muslim kesusahan dunia, maka Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat, dan barangsiapa yang memberikan kemudahan kepada seorang yang sedang mengalami kesulitan di dunia, maka Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat, dan barangsiapa yang menutupi ‘aib seorang muslim di dunia, maka Allah akn menutupi ‘aibnya di dunia dan di akhirat; dan Allah akan senantiasa menolong hambanya, selama hamba itu menolong saudaranya.” (HR. At-Tirmidzi)
Pinjam meminjam bisa berubah-ubah status hukumnya tergantung illat. Kadangkala bisa haram, makruh, sunah bahkan wajib. Haram hukumnya meminjamkan barang untuk mencelakai orang lain, semisal meminjam pisau untuk membunuh orang. Makruh semisal meminjamkan alat audio untuk maksiat,dan bisa berubah sunah jika barang yang dipinjamkan akan memberikan manfaat seperti meminjamkan emas untuk biaya sekolah serta bisa berubah menjadi wajib jika meminjamkan sesuatu yang bisa menolong nyawa seseorang semisal meminjamkan tabung oksigen untuk yang sesak napas.
Pinjam meminjam dalam bahasa fiqh disebut ‘Ariyah yang secara bahasa berarti meminjamkan. Ulama berbeda pendapat mendefinisikan ‘Ariyah ini. Di kalangan madzhab Hanafi dan Maliki ‘Ariyah didefinisikan:
تمليك منفعة مؤقتة بلا عوض
Artinya: “’Menyerahkan kepemilikan’ manfaat (suatu benda) dalam waktu tertentu tanpa imbalan.”
Konsekuensi hukum dari “menyerahkan kepemilikan”, maka di kalangan Hanafiyah dan Malikiyah peminjam barang selama akad waktu meminjam bisa meminjamkan atau menyewakan barang pinjamannya kepada pihak lain tanpa seizin pemilik barang. Sebab dia sudah akad memiliki hak guna barang tersebut.
Sementara di kalangan Syafi’iyyah dan Hanabilah,‘Ariyah didefinisikan hanya sebatas ijin menggunakan:
إباحة الانتفاع بما يحل الانتفاع به مع يقاء عينه بلا عوض
Artinya: “Izin menggunakan (barang) yang pemanfaatannya halal, dengan kondisi barang tetap wujudnya tanpa disertai imbalan.”
Maka di kalangan Syafi’iyyah dan Hanabilah ‘Ariyah hanya sebatas pemberian izin untuk menggunakan barang, tanpa boleh meminjamkan atau menyewakan barang pinjaman tersebut kepada pihak lain tanpa seizin dari pemilik barang.
Kembali ke pertanyaan awal, apakah boleh perjanjian pinjam emas harus dikembalikan dengan emas lagi? Karena harga emas fluktuatif apakah tidak termasuk riba?
Perjanjian pinjam emas dikembalikan emas lebih masuk pada bab qiradh atau perjanjian utang piutang. Jika pada akad perjanjian saat pinjam meminjam utang emas harus dibayar emas, maka itu diperbolehkan. Walaupun harga emas pada saat meminjam akan berbeda dengan harga emas pada saat pelunasan.
Dalil pendapat ini adalah adanya perintah untuk melaksanakan akad (perjanjian) yang telah disepakati, sebagaimana disebutkan dalam Quran surat Al-Maidah ayat 1:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.”
Serta sabda Nabi Muhammad ﷺ:
المسلمون عند شروطهم
Artinya:“Muslim itu terikat dengan syarat-syarat (yang disepakati di antara mereka).” (HR. Abu Daud, No. hadis: 3594, Ibnu Hibban, No. 1199, al-Daruquthni, 27/3, dari Abu Hurairah)
Pelunasan utang emas dibayar dengan emas diperbolehkan selama ukuran berat dan karat emas pada saat pelunasan, harus sama persis pada saat pinjam meminjam tanpa dikurangi atau dilebihkan sebagaimana kaidah:
«الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ، وَزْنًا بِوَزْنٍ، مِثْلاً بِمِثْلٍ »
Artinya: “Emas dengan emas, sama berat timbangannya dan semisal (jenis emasnya)”
Termasuk dalam jual beli emas pun Rasulullah ﷺ tidak memperbolehkan melebihi atau mengurangi takarannya:
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ
“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1584)
Lantas bagaimana jika pelunasan utang emasnya dibayar dengan uang sejumlah harga berat emas pada saat pelunasan? Fatwa Darul Ifta Yordania menyebutkan:
يجوز للمقترض وفاء قرضه بغير الجنس أو النوع الذي اقترض به، كالذهب بدلاً من الأوراق النقدية، ولكن بشرطين:
الأول: أن لا يكون قد سبق الاتفاق على هذا الأمر (عند الاتحاد في علة الربا)، بل عرض عند الوفاء، فإن الاتفاق على الوفاء بالذهب بدلاً عن الأوراق من غير تنفيذ ذلك عاجلاً يوقع في ربا النسيئة
الثاني: أن يعتمد سعر الذهب يوم الوفاء، وليس يوم القرض.
Artinya: “Boleh bagi muqtaridh (penghutang) untuk melunasi hutangnya dengan barang lain yang tidak sesuai dengan jenis atau macam barang yang ia pinjam seperti emas untuk melunasi hutang berupa uang, dengan dua syarat :
1. Tidak ada kesepakatan sebelumnya terhadap bentuk pelunasan model seperti ini (karena memiliki kesamaan penyebab riba). Akan tetapi kesepakatan ini baru ditawarkan pada saat pelunasan hutang.
Karena kesepakatan untuk melunasi hutang berupa uang dengan emas dengan tanpa ada aksi pembayaran langsung, hal itu menjerumuskan ke dalam praktek riba nasyi’ah. 2. Yang menjadi patokan adalah harga emas pada saat pelunasan bukan harga emas pada saat hutang.
(Fatawa Darul Ifta Yordania no. 2032)
Wallahu’Alam
(Ust. Yudha H. Bhaskara, SHI/ Ketua DKM Masjid Jami Ad Da’wah Balandongan Sukabumi dari berbagai sumber)