Apakah orang yang tidak shalat bertahun-tahun wajib mengqadha shalatnya?
Kajian NGOPI (Ngobrol Perkara Islam)
Jamaah dan DKM Masjid Jami Ad Da’wah Balandongan
————————————–
Pertanyaan ke-35
Jamaah Bertanya:
Assalamulaikum wr wb,
Pak ustadz apakah orang yang tidak shalat bertahun-tahun wajib mengqadha shalatnya?
DKM Menjawab:
Waalaikumsalam wr wb,
Bismillahirrahmanirrahim…
Semoga kita semua senantiasa diberikan hidayah oleh Allah SWT untuk istiqamah mendirikan shalat, karena shalat merupakan amal ibadah pertama yang akan dihisab, jika shalat kita baik, maka akan selamat. Jika shalat kita tidak baik, maka akan celaka… Na’udzubillah.
Untuk menjawab pertanyaan ini ada baiknya kita utarakan dulu apa itu qadha shalat dan dalil yang mengharuskan qadha shalat sebagai Qiyasul Aulawi yang menunjukkan perintah qadha shalat. Qadha shalat adalah:
وأما القضاء: فهو تدارك الصلاة بعد خروج وقتها، أو بعد أن لا يبقى من وقتها ما يسع ركعة فأكثر وإلا فهي أداء
Artinya: “Adapun qadla (dalam shalat) ialah melaksanakan shalat sesudah habisnya waktu, atau sesudah waktu yang tidak mencukupi untuk menyelesaikan satu rakaat atau lebih. Kondisi sebaliknya disebut adâ’.” (Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhabi Imam al-Syafi’i (Surabaya: Al-Fithrah, 2000), juz I, hal. 110)
Sementara dalil yang bisa kami sampaikan pertama hadits riwayat Imam Muslim :
مَنْ نَسِىَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
Artinya: “Barangsiapa lupa shalat atau tertidur hingga meninggalkan shalat maka tebusannya adalah melaksanakan shalat tersebut ketika ia ingat.” (HR. Muslim)
Kedua hadits Muttafaqun ‘alaih:
من نسي صلاۃ فليصلها اذا ذكرها لاكفارۃ لها الاذلك
Artinya: “Barang siapa terlupa shalat, maka hendaklah shalat pada saat mengingatnya. Dan tidak ada kifarat meninggalkan shalat kecuali shalat.” (HR. Bukhari Muslim)
Cukup kiranya dua hadits ini menjadi landasan mengqadha shalat. Dan dibawah akan diperkuat oleh keterangan atau penjelasan para ulama yang dinukil dari beberapa kitab.
Dan yang harus digaris bawahi, qadha shalat berlaku untuk seluruh laki-laki dan wanita yang akil dan baligh selama masih hidup. Tentunya wanita yang haidh dan nifas sebagaimana telah dijelaskan dalam pertanyaan nomer 32 di www.masjid-addawah.com tidak termasuk dalam kategori ini selama haidh dan nifasnya.
Qadha shalat merupakan keharusan, ketika kita mengucapkan dua kalimah syahadat maka kita terkena beban taklif kewajiban shalat lima waktu. Jika kita sengaja meninggalkan shalat fardhu maka sejatinya telah melakukan dosa besar,karena udzur syari meninggalkan shalat hanya dua: Lupa dan Ketiduran. Itupun harus diqadha. Apalagi shalat fardhu yang sengaja ditinggalkan. Sementara sakit bukan udzur syar’i meninggalkan shalat, karena ada keringanan bisa shalat sambil duduk atau sambil tidur.
Untuk itu bagi siapapun yang khilaf telah meninggalkan shalat apalagi selama bertahun-tahun, maka dua cara taubat kepada Allah SWT:
1. Bertaubat kepada Allah dengan menghentikan perbuatannya meninggalkan shalat fardhu dengan sengaja. Menyesali perbuatannya. Dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi di masa yang akan datang.
2. Mengqadha seluruh shalat fatdhu yang telah ditinggalkannya dengan segera. Bahkan sebagian ulama dalam I’anatuth thalibin menyatakan tidak diperkenankan melakukan hal lain kecuali telah mengqadha semua shalat fardhu yang telah ditinggalkannya.
Ada baiknya kita rangkum keterangan ulama akan perintah mengqadha shalat ini agar kita semakin yakin karena keterbatasan ilmu yang kita miliki sehingga harus menyandarkan pendapat kita pada ulama yang mumpuni di bidangnya:
Pertama pendapat Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha:
وقد اتفق جمهور العلماء من مختلف المذاهب على أن تارك الصلاة يكلف بقضائها، سواء تركها نسياناً أم عمداً، مع الفارق التالي: وهو أن التارك لها بعذر كنسيان أونوم لايأثم، ولا يجب عليه المبادرة إلى قضائها فوراً، أما التارك لها بغيرعذر- أي عمداً – فيجب عليه – مع حصول الإثم – المبادرة إلى قضائها
Artinya : “Mayoritas ulama dari berbagai madzhab sepakat bahwa seseorang yang meninggalkan shalat dituntut untuk mengqadla-nya, baik meninggalkan shalat karena lupa ataupun sengaja, perbedaanya adalah: jika orang yang meninggalkan shalat karena udzur, seperti karena faktor lupa atau tertidur maka ia tidak berdosa, dan ia tidak diwajibkan mengqadla-nya sesegera mungkin, sedangkan bagi orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, maka ia terkena dosa dan dituntut segera mengqadla-nya.” (Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha, al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhabi Imam al-Syafi’i [Surabaya: Al-Fithrah, 2000], juz I, hal. 110)
Kedua pendapat Imam Nawawi:
أَجْمَعَ الَّذِيْنَ يُعْتَدُّبِهِمْ أَنَّ مَنْ تَرَكَ صَلاَةً عَمْدًا لَزِمَهُ قَضَاؤُهَا وَخَالَفَهُمْ أَبُوْ مُحَمَّدٍ عَلِيُّا بْنُ حَزْمٍ قَالَ: لاَ يُقَدَّرُعَلَى قَضَائِهَا أَبَدًا وَلاَ يَصِحُّ فِعْلُهَا أَبَدًا قَالَ بَلْ يُكْثِرُمِنْ فِعْلِ الْخَيْرِ وَالتَّطَوُّعِ لِيَثْقُلَ مِيْزَانُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَسْتَغْفِرُ اللهَ تَعَالَى وَيَتُوْبُ وَهَذَا الَّذِيْ قَالَهُ مَعَ أَنَّهُ مُخَالِفٌ لِلْإِجْمَاعِ بَاطِلٌ مِنْ جِهَةِ الدَّلِيْلِ
Artinya : “Para ulama yang kompeten telah sepakat bahwa seseorang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, maka ia harus meng-qadha shalatnya. Pendapat mereka ini berbeda dengan pendapat Abu Muhammad Ali bin Hazm yang berkata: bahwa ia tidak perlu meng-qadha selamanya dan tidak sah melakukan qadha shalat selamanya, ia sebaiknya memperbanyak melakukan kebaikan dan shalat sunah agar timbangan (amal baiknya) menjadi berat pada hari kiamat, serta beristighfar kepada Allah dan bertobat. Pendapat (tidak mengqadha shalat) ini bertentangan dengan ijma’ dan bathil berdasarkan dalil.” (Syekh Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzzab, Juz 3 Hal. 31)
Wallahu’Alam
(Ust. Yudha H. Bhaskara, SHI/ Ketua DKM Masjid Jami Ad Da’wah Balandongan Sukabumi dari berbagai sumber)