SEKILAS INFO
  • 3 tahun yang lalu / Masjid Independen bukan milik ormas, partai atau instansi tertentu tapi menjalin silaturahmi tanpa batas dengan siapapun
WAKTU :

Apakah wanita haid harus mengqadha shalat dan puasa?

Terbit 9 November 2021 | Oleh : admin | Kategori :
Apakah wanita haid harus mengqadha shalat dan puasa?

Kajian NGOPI (Ngobrol Perkara Islam)
Jamaah dan DKM Masjid Jami Ad Da’wah Balandongan
Diasuh oleh:
Ust. Yudha H. Bhaskara, SHI
Pertanyaan ke-19
Jamaah Bertanya:
Apakah wanita haid harus mengqadha shalat dan puasa?
DKM Menjawab:
Bismillahir Rahmanir Rahim…
Islam adalah agama yang sangat memuliakan wanita. Termasuk dalam hal ibadah, wanita mempunyai kekhususan tersendiri, misalnya dalam bab haid sebagaimana pertanyaan diatas. Ketika seorang waita mengalami masa haid maka akan mendapat keringanan untuk tidak menjalankan perintah shalat selama masa haid tanpa perlu mengqadhanya.
Ini adalah rukhshah atau keringan yang diberikan Allah SWT kepada kaum wanita di dalam Islam, karena jika setiap shalat wajib yang ditinggalkan harus diqadha, maka kaum wanita akan mengalami kesulitan, karena sebagian wanita mengalami masa haid bisa mencapa 15 hari. Sementara qadha shalat harus segera dilakukan. Jadi bisa dibayangkan sulitnya mengqadha shalat sehari lima kali dalam kurun waktu 15 hari yang harus dilakukan berulang-ulang setiap bulan.
Namun hal berbeda terjadi ketika wanita mengalami haid di bulan Ramadhan, meski diberikan rukhsah atau keringanan untuk tidak melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, akan tetapi harus mengqadha puasanya usai Ramadhan. Berbeda dengan shalat yang dalam satu hari lima waktu, mengqadha puasa justru mendapatkan keringanan dengan panjangnya waktu untuk mengqadha selama satu tahun atau sebelum Ramadhan tahun depannya tiba.
Keterangan ini disebutkan oleh Sayidatina Aisya ra istri Rasulullah saw di dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim berikut ini:

عَنْ مُعَاذَةَ قَالَتْ سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّي أَسْأَلُ قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ — رواه مسلم

“Dari Mu’adzah ia berkata, saya pernah bertanya kepad A’isyah ra kemudian aku berkata kepadanya, bagaimana orang yang haid itu harus meng-qadla` puasa tetapi tidak wajib meng-qadla` shalat. Lantas ia (‘Aisyah ra) bertanya kepadaku, apakah kamu termasuk orang haruriyyah? Aku pun menjawab, aku bukan orang haruriyyah tetapi aku hanya bertanya. ‘Aisyah pun lantas berkata, bahwa hal itu (haid) kami alami kemudian kami diperintahkan untuk meng-qadla` puasa tetapi tidak diperintahkan untuk meng-qadla` shalat”. (HR. Muslim)

Di dalam hadits diatas disebutkan Haruriyah yang diambil dari nama kota Harura sebuah wilayah di pinggiran kota Kufah yang menjadi cikal bakal kaum Khawarij yang mewajibkan wanita haid mengqadha shalat wajib selama haidnya. Sebagaimana disebutkan Ibnu Daqiqil ‘Id berikut ini.

اَلْحَرُورِيُّ مَنْ يُنْسَبُ إِلَى حَرُورَاءَ وَهُوَ مَوْضِعٌ بِظَاهِرِ الْكُوفَةِ اِجْتَمَعَ فِيهِ أَوَائِلُ الْخَوَارِجِ ثُمَّ كَثُرَ اسْتِعْمَالُهُ حَتَّى اسْتُعْمِلَ فِي كُلِّ خَارِجِيٍّ وَمِنْهُ قَوْلُ عَائِشَةَ لِمُعَاذَةَ: “أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ؟” أَيْ أَخَارِجِيَّةٌ وَإِنَّمَا قَالَتْ ذَلِكَ لِأَنَّ مَذْهَبَ الْخَوَارِجِ أَنَّ الْحَائِضَ تَقْضِي الصَّلَاةَ

“Haruri adalah setiap orang yang dinisbatkan kepada Harura` yaitu tempat yang ada di pinggir kota Kufah, dan merupakan tempat berkumpulnya generasi awal kaum khawarij. Kemudian kata tersebut banyak digunakan orang sampai digunakan untuk setiap orang khawarij. Di antara contohnya adalah pernyataan ‘Aisyah ra kepada Mu’adzah: “aharuriyyah anti?” (Apakah kamu termasuk orang haruriyyah?) maksudnya adalah apakah kamu termasuk orang khawarij. ‘Aisyah ra berkata demikian karena sekte khawarij berpandangan bahwa orang yang haid itu wajib meng-qadla` shalat yang ditinggalkan selama masa haid.” (Ibnu Daqiq al-‘Id, Ihkam al-Ahkam Syarhu ‘Umdah al-Ahkam, Bairut-Mu`assah ar-Risalah, cet ke-1, 1426 H/2005 M, juz, 1, h. 90)

Wallahu’Alam…

(Ust. Yudha H. Bhaskara, SHI/ Ketua DKM dari berbagai sumber)

SebelumnyaApakah membaca Yasin 3 kali di malam Nisfu Sya’ban ada dalilnya? SesudahnyaWanita hamil diluar nikah apa boleh langsung dinikahkan dan apa hukumnya?

Tausiyah Lainnya