Bagaimana cara i’tidal apakah tangan kembali sedekap atau dibiarkan kebawah?
Kajian NGOPI (Ngobrol Perkara Islam)
Jamaah dan DKM Masjid Jami Ad Da’wah Balandongan.
Diasuh Oleh : Ust. Yudha H. Bhaskara,SHI
Pertanyaan ke-5
Jamaah Bertanya:
Bagaimana cara i’tidal apakah tangan kembali sedekap atau dibiarkan kebawah?
DKM Menjawab:
Bismillah…
Di masjid Jami’ Ad-Da’wah Balandongan Kota Sukabumi memang ada jamaah yang saat i’tidal melepaskan tangannya ke bawah tanpa bergerak dan ada pula yang kembali sedekap seperti saat sebelum ruku’. Dua-duanya tidak perlu saling menyalahkan karena mempunyai landasan keilmuan yang disampaikan para ulama. Yang salah adalah saat i’tidal tolak pinggang dan yang tidak sholat berjamaah tanpa adanya udzur syar’i.
Bagi yang melepaskan tangannya kebawah dan diam tanpa menggerakkan kedua tangannya landasan hukumnya pendapat para ulama, diantaranya dalam kitab Nihayatul Muhtaj, Imam Ramli menjelaskan dalam Juz 1, halaman 549:
وَقَوْلُهُ بَعْدَ التَّكْبِيرِ تَحْتَ صَدْرِهِ: أَيْ فِي جَمْعِ الْقِيَامِ إلَى الرُّكُوعِ خَرَجَ بِهِ زَمَنُ الِاعْتِدَالِ فَلَا يَجْعَلُهُمَا تَحْتَ صَدْرِهِ بَلْ يُرْسِلُهُمَا سَوَاءٌ كَانَ فِي ذِكْرِ الِاعْتِدَالِ أَوْ بَعْدَ الْفَرَاغِ مِنْ الْقُنُوتِ
Artinya: “Dan pendapatnya setelah takbir meletakkan kedua tangan di bawah dada, maksudnya kondisi tersebut dilakukan pada semua posisi berdirinya orang shalat sampai ia akan ruku’. Kondisi meletakkan kedua tangan dibawah dada tidak berlaku pada saat berdiri i’tidal. Pada saat i’tidal, janganlah menaruh kedua tangannya di bawah dadanya, namun lepaskan keduanya. Baik saat membaca dzikirnya i’tidal, atau bahkan setelah selesai qunut.”
Demikian pula dalam I’anatuth Thalibin juz 1 halaman 158 Syekh Al Bakri menjelaskan:
وَالْأَكْمَلُ أَنْ يَكُوْنَ ابْتِدَاءُ رَفْعِ الْيَدَيْنِ مَعَ ابْتِدَاءِ رَفْعِ رَأْسِهِ، وَيَسْتَمِرُّ إِلَى انْتِهَائِهِ ثُمَّ يُرْسِلُهُمَا
Artinya: “Dan yang paling sempurna adalah saat mengangkat kedua tangan itu dimulai berbarengan dengan mengangkat kepala. Hal tersebut berjalan terus diangkat sampai orang selesai berdiri pada posisi sempurna. Setelah itu kemudian kedua tangan dilepaskan.”
Sementara yang kembali sedekap meletakkan kedua tangan di bawah dada dan di atas pusar sebagaimana saat sebelum ruku, juga berpegang pada pendapat para ulama. Diantaranya Syekh Sulaiman Al-Bujairimi dalam kitab Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Khotib juz 2 halaman 27:
(وقوله وعند الرفع منه) اْى من الركوع باْن يبتدىء الرفع ابتداء رفع راْسه من الركوع فاذا استوى ارسلهم ارسالا خفيفا تحت صدره فقط.
Artinya: “(Dan ketika bangun dari ruku’) maksudnya dari ruku’ dengan dimulainya mengangkat tangan dan kepala dari posisi ruku’. Maka apabila posisinya telah lurus berdiri dilepaskannya kedua tangan secara ringan dibawah dadanya saja.”
Demikian pula Al-‘Allamah Abu Abdil Mu’thi Muhammad bin Umar bin Ali Nawawi Al-Jawi Al-Bantani At-Tanari dalam kitab Nihayatuzzain halaman 58 menjelaskan:
والرفع المطلوب عند رفعه من الركوع يبتدىء مع ابتداء رفع راْسه من الركوع فاذا استوى معتد لا اىسلهما ارسالا خفيفا تحت صدره وفوق سرته.
Artinya: “ Dan mengangkat tangan yang diminta saat bangun dari ruku’, dimulai dengan mengangkat kepala secara bersamaan, maka apabila posisinya telah lurus dalam posisi i’tidal, lepaskanlah kedua tangan secara ringan dibawah dadanya dan diatas pusarnya.”
Sehingga bisa ditarik benang merah bahwa dua posisi berbeda saat i’tidal, baik yang melepaskan tangannya kebawah maupun yang kembali meletakan kedua tangannya dibawah dada sama-sama mempunyai landasan ilmu.
Kedua posisi ini disampaikan para ulama agar pada kondisi i’tidal kedua tangan tidak bebas bergerak sehingga bisa membatalkan shalat. Bagi yang terbiasa melepaskan kedua tangan kebawah dan sanggup tidak menggerakkan kedua tangannya maka itulah yang dilakukan.
Bagi yang mempunyai kebiasaan menggerakkan kedua tangannya jika dilepaskan kebawah, maka mengembalikan posisi tangan bersedekap dibawah dada dan diatas pusar itu bisa menjadi solusi agar shalatnya tidak batal.
Wallahu’alam…
(Ust. Yudha H. Bhaskara, SHI (Ketua DKM)
dari berbagai sumber)